Kamis, 22 Desember 2016

KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS SISWA PADA MODEL PROBLEM BASED LEARNING DIBANDINGKAN DENGAN MODEL KONVENSIONAL


 Kemampuan Koneksi Matematis
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang topik satu dengan topik lainnya saling berkaitan satu sama lain. Jika semua topik dapat dipahami,ternyata kita juga dapat mengaitkan topik-topik dalam matematika dengan dunia nyata.
Koneksi berasal dari kata connection dalam bahasa inggris yang diartikan sebagai hubungan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia koneksi diartikan sebagai hubungan yang dapat melancarkan segala urusan atau kegiatan. Sedangkan koneksi dalam aktivitas belajar matematika yaitu ketika siswa dapat menghubungkan suatu gagasan atau pemikiran matematis dengan gagasan matematis lainnya.
Koneksi matematis (mathematical connection) merupakan salah satu dari lima kemampuan standar yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika yang ditetapkan dalam NCTM (Fitirianingsih, 2013: 8) yaitu kemampuan pemecahan masalah, kemampuan penalaran, kemampuan komunikasi, kemampuan membuat koneksi dan kemampuan representasi. Selain itu, koneksi matematis juga merupakan salah satu dari lima keterampilan yang dikembangkan dalam pembelajaran matematika tahun 1989. Lima keterampilan itu adalah sebagi berikut. communication (komunikasi matematika), reasoning (berpikir matematis),  connection (koneksi matematis), problem solving (pemecahan masalah), understanding (pemahaman matematis) Menurut Asep (Fitrianingsih, 2013: 148)
Ada dua tipe umum koneksi matematis menurut NCTM (Rahayu, 2012: 25), yaitu modeling connection dan mathematical connections. Modeling connection  merupakan hubungan antara situasi masalah yang muncul di dalam dunia nyata atau dalam disiplin ilmu yang lain dengan representasi matematisnya, sedangkan mathematical connection adalah hubungan antara dua repseresentasi yang ekuivalen, dan antara proses penyelesaian dari masing-masing representasi. Keterangan NCTM tersebut mengindikasi bahwa koneksi matematika terbagi tiga aspek kelompok koneksi, yaitu: aspek koneksi antara topik matematika, aspek koneksi dengan disiplin ilmu yang lain, dan aspek koneksi dengan dunia nyata siswa/ koneksi dengan kehidupan sehari-hari.
Coxford (Rahayu, 2012: 26) menyatakan bahwa pentingnya koneksi matematis ditentukan pada standar NCTM. Menurut Coxford, dalam setiap level kelas, standar tersebut menekankan agar siswa memiliki pengalaman dalam menggunakan koneksi matematis. Coxford menambahkan bahwa siswa yang memiliki pengalaman dalam berbagai koneksi matematik akan mampu: (1) menghubungkan konsep dan prosedur pengetahuan, (2) menggunakan matematika dalam bidang yang lain, (3) menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari, (4) melihat matematika sebagai bagian yang terintegral, (5) menerapkan pola piker dan model matemtika untuk menyelesaikan masalah dalam disiplin ilmu lain seperti kesenian, psikologi, sain, dan bisnis, (6) menggunakan dan menghargai koneksi antar topik matematika, (7) mengenal representasi yang ekuivalen dalam suatu konsep. Ketujuh hal tersebut merupakan indikator kemampuan koneksi matematis berdasarkan standar NCTM.
Menurut Sumarmo (Rahayu, 2012: 26), kemampuan koneksi matematis siswa dapat dilihat dari indikator-indikator: (1) mengenali representasi ekuivalen dari konsep yang sama, (2) mengenali hubungan prosedur matematis suatu representasi keprosedur representasi yang ekuivalen, (3) menggunakan dan menilai keterkaitan antar topic matematika dan keterkaitan diluar matematika, (4) menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa koneksi matematis siswa mencakup: (1) koneksi antar konsep matematika, (2) koneksi matematis dengan disiplin ilmu lain, dan (3) koneksi matematis dengan dunia nyata.



Model Pembelajaran Problem Based Learning
Problem Based Learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai media untuk menyampaikan materi pembelajaran. Beberapa pengertian tentang pembelajaran berbasis masalah atau problem based learning yang terdapat dalam buku Matematika Pelatihan Guru Implementasi Kurikulum 2013 Matematika SMP/MTs problem based learning sebagai berikut dalam Kemendikbud (Wahyudi, 2014: 15).
a.       Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar. Kelas yang menerapkan pembelajaran berbasis masalah, peserta didik bekerja dalam tim untuk memecahkan masalah dunia nyata.
b.      Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu model pembelajaran yang menantang peserta didik untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk mencari solusi dari permasalahan dunia nyata. Masalah yang diberikan ini digunakan untuk mengikat peserta didik pada rasa ingin tahu pada pembelajaran yang dimaksud. Masalah diberikan kepada peserta didik, sebelum peserta didik mempelajari konsep atau materi yang berkenaan dengan masalah yang harus dipecahkan.
Jadi, model problem based learning ini adalah model pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif mencari tahu bagaimana penyelesaian masalah yng diberikan secara berkelompok. Masalah dimunculkan di awal pembelajaran untuk memicu idea tau cara dalam penyelesaian masalah tersebut. Masalah yang disajikan bertujuan untuk mencapai suatu konsep matematika. Siswa dituntut untuk beraktivitas menginvestigasi, mengeksplorasi, serta menyusun strategi bagaimana memecahkan masalah tersebut untuk mengontruksi konsep. Lang dan Evans (Juhara, 2014: 11) mengemukakan bahwa beberapa karakteristik pada pembelajaran problem based learning sebagai berikut.
a.       Berpusat pada siswa
b.      Pembelajaran terjadi dalam kelompok kecil
c.       Guru menjadi fasilitator dan pembimbing
d.      Masalah merupakan fokus yang terorganisasi dan merupakan rangsangan untuk belajar
e.       Masalah merupakan suatu alat untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
f.        Informasi baru diperoleh melalui pembelajaran langsung sendiri.
Menurut Rumi (Juhara, 2014: 11) keunggulan keunggulan dari problem based learning adalah (1) meningkatkan motivasi belajar siswa melalui pengaplikasian konsep pada masalah, (2) menjadikan siswa aktif dan belajar lebih mendalam, (3) memungkinkan siswa untuk membangun keterampilan dalam pemecahan masalah, (4) meningkatkan pemahaman melalui dialog dan diskusi kelompok, dan (5) menjadi pembelajar yang mandiri.
Dalam problem based learning, proses pembelajaran dimulai dengan kegiatan mengamati. Kegiatan mengamati ini bisa berupa fenomena/fakta, mengamati lingkungan sekitar, atau mengamati masalah yang diberikan pada bahan ajar. Siswa kemudian diarahkan untuk memecahkan masalah dan mengontruksi konsep. Setelah siswa selesai mengonstruksi konsep melalui masalah, siswa dapat diberikan konsep matematika dalam bentuk abstraknya. Hal ini agar siswa dapat menyadari bahwa masalah yang diberikan merupakan contoh dari aplikasi konsep matematika. Berikut adalah tahapan-tahapan model problem based learning (Juhara, 2014: 12)

Tahapan-tahapan Model Problem Based Learning
No.
Fase-Fase
Perilaku Guru
1
Fase I
Orientasi peserta didik pada masalah.
·      Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan.
·      Memotivasi peserta didik untuk terlibat aktif dalam pemecahan masalah yang dipilih.
2
Fase II
Mengorganisasikan peserta didik
Membantu peserta didik mendefinisikan dan mengorganisasilan  tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3
Fase III
Membimbing penyelidikan individu dan kelompok
Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4
Fase IV
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, model dan berbagi tugas dengan teman.

Siswa didorong untuk mencari informasi atau data-data apa saja yang diperlukan dalam pemecahan masalah yang diberikan, sehingga siswa dapat memutuskan apa yang akan ia lakukan. Ketika siswa sudah memperoleh cara penyelesaian masalah tersebut, siswa dapat menyimpulkan apa yang mereka peroleh berdasarkan aktivitas mereka sebelumnya. Masing-masing kelompok akan mempresentasikan hasil temuan mereka dan membandingkan dengan kelompok lainnya.

Hubungan Model pembelajaran Problem Based Learning dengan Kemampuan Koneksi Matematis
Problem based learning merupakan suatu model pembelajaran yang diawali dengan pemberian masalah. Siswa akan dikelompokan menjadi kelompok-kelompok kecil untuk menyelesaikan masalah tersebut sedangkan guru sebagai pembimbing siswa menemukan jalannya sehingga mampu memecahkan masalah. Dalam proses pemecahan masalah inilah, siswa akan berpikir kompleks. Mereka akan mengaitkan konsep-konsep yang sudah mereka miliki dengan masalah tersebut juga karena siswa yang berpikir kompleks tersebut, mereka akan berusaha juga memecahkan masalah dengan mengaitkan masalah tersebut dengan kehidupan nyata. Sedangkan koneksi matematis itu sendiri adalah kemampuan siswa dalam mengaitkan konsep baik itu suatu konsep matematika dengan konsep matematika lainnya ataupun mengaitikan konsep matematika dengan dunia nyata. Dari penjelasan ini dapat dilihat, bahwa dengan model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa.

Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang diterapkan berdasarkan pendekatan tradisional. Dalam pembelajaran ini siswa belajar dengan cara mendengar dan menonton guru yang sedang menjelaskan, kemudian guru mencoba menyelesaikan soal dengan satu cara penyelesaian dan member siswa latihan soal.
Pembelajaran ini pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih mengutamakan hapalan daripada pengertian, menekankan pada keterampilan berhitung, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru. Subiyanto (Rahayu, 2012: 28) menjelaskan bahwa kelas dengan model pembelajaran konvensional mempunyai cirri-ciri sebagai berikut: pembelajaran secara klasikal, siswa tidak mengetahui apa tujuan mereka belajar hari itu. Guru biasanya mengajar dan berpedoman pada buku teks atau LKS dengan metode ceramah dan kadang-kadang tanya jawab.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran matematika konvensional adalah kegiatan pembelajaran matematika yang dilakukan dengan menggnakan metode ceramah dengan guru mendominasi kelas, siswa hanya menerima, mendengar, dan mencatat hal yang disampaikan guru sehingga siswa kurang aktif dalam belajar.


REFERENSI

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Fitrianingsih. (2013). Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa SMP. Skripsi UPI. Tidak Diterbitkan.
Juhara, W.A. (2014).  Implementasi Pendekatan Problem Based Learning Berbanttuan 3D Sketchup untuk Meningkatkan Kemampuan Spatial Sense Siswa SMA. Skripsi UPI. Tidak DIterbitkan.
Rahayu, H.N. (2012).  Penerapan Model Problem Based Instruction (PBI) untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik SIswa SMP. Skripsi UPI. Tidak Diterbitkan.
Wahyudi, O. (2014).  Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Problem Based Learning dan Project Based Learning. Skripsi UPI. Tidak Diterbitkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bahan Ajar Materi Peluang

     Peluang adalah angka yang menunjukan kemungkinan terjadinya suatu kejadian. Nilai dari peluang ini berada di antara 0 dan 1. Kejadian ...